Pusat Informasi Keluarga Mahasiswa Manajemen Hutan UGM

Rabu, 17 Agustus 2016

Salam Lestari, Refleksi 71 Tahun Indonesia Merdeka

Selamat malam rimbawan budiman. Semoga masih dalam lindungan Tuhan semesta alam. Suasana masih memungkinkan untuk kita bisa menikmati euforia hari kemerdekaan, walaupun sebenarnya saya yakin beberapa ada yang disibukan dengan menyelesaikan beberapa tugas sebut saja Tugas Pemanenan, atau bahkan sedang ngebut mengerjakan Laporan KL bunggg!! berhubung besok sudah deadline.Semangat !!

Ada pepatah mengatakan, Santai membawa keberkahan..
Saya tidak memaksa teman-teman untuk mengilhami pepatah diatas, namun setidaknya, disela-sela kesibukan teman-teman kami mengajak untuk istirahat sedikit kurang lebih 4.4 menit lah sambil membaca uraian opini dari kawan kita yang tentunya masih mewarnai  euforia-euforia hari kemerdekaan. Silakan menikmati.
Opini awal untuk opini-opini selanjutnya.

Salam Lestari, Refleksi 71 Tahun Indonesia Merdeka

Pada hari ini, 17 Agustus 2016 kita bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan NKRI yang ke-71. Tentunya, selama 71 tahun Indonesia merdeka telah banyak kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa kita. Kemajuan ini bisa dilihat dari berbagai sektor, baik sektor ESDM, pembangunan infrastruktur,   pendidikan, maupun sektor kehutanan dan linkungan. Namun, tentunya dalam setiap pembangunan dan program yang telah dilakukan pemerintah tidak serta merta berhasil seluruhnya. Pasti terdapat beberapa hambatan yang menimbulkan problematika di beberapa proses pembangunan. Dalam tulisan ini, penulis ingin mengemukakakan sedikit opini terkait hambatan dan problematika di sektor kehutanan dan lingkungan.

Keberadaan sektor kehutanan dan lingkungan tidak bisa dipungkiri akan berpengaruh pada sektor-sektor vital lainnya. Sektor kehutanan dan lingkungan ini akan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi negara. Contohnya stock  log kayu yang diperejualbelikan di pasar global akan berpengaruh terhadap devisa negara. Semakin banyak log kayu yang dihasilkan maka akan semakin besar pula devisa bagi suatu negara. Dari data yang diperoleh oleh penulis, devisa negara terbesar yang pernah dicapai dari stock log kayu adalah pada masa pemerintahan orde baru. Namun, dari grafik penjualan log kayu dari tahun ke tahun pasca pemerintahan orde baru relatif lebih menurun. Hal ini berkaitan dengan maraknya illegal logging yang disebabkan kurang jelinya pengawasan yang dilakukan. Bahkan, di suatu daerah juga pernah terjadi kongkalikong antar aparat negara yang seharusnya mencegah illegal logging dengan pelaku illegal logging. Selain sebagai sumber devisa negara, kehutanan dan lingkungan juga tentunya berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan. Kenyataannya dalam pengelolaan hutan yang dilakukan, kesejahteraan masyarakat sekitar hutan masih belum diperhatikan. Peran sosial sektor kehutanan atas upaya pengentasan kemiskinan dan daya serap tenaga kerja masih kurang. Hal ini secara langsung pernah dilihat penulis di suatu kawasan hutan dimana masyarakat di sekitar hutan “belum” sejahtera. Hal ini dapat dilihat dari indikator penghasilan rerata perbulan dari warga sekitar hutan masih belum dapat mencukupi kebutuhan mereka. Fasilitas-fasilitas penting yang dibuthkan oleh masyarakat sekitar hutan seperti sekolah juga belum terdapat di kawasan hutan tersebut. Dampaknya, anak-anak yang ingin bersekolah harus menempuh jarak puluhan kilometer untuk dapat bersekolah.  Padahal dalam setting  kebijakan sektor kehutanan dan lingkungan salah satu  tujuannya adalah  manfaat optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara adil dan merata (dalam UU No. 41 Tahun 1999) . Problematika selanjutnya yang sering kita dengar adalah terkait masalah kebakaran hutan. Tentunya luas hutan di Indonesia ini sudah mengalami banyak penurunan. Dalam penangan yang dilakukan, yang  dilihat dari penulis, pemerintah terfokus pada usaha akuratif yaitu penaganan saat terjadi kebakaran. Namun, usaha pasca penaganan dan usaha preventif untuk mencegah terjadinya kabakaran kurang diperhatikan. Seperti yang pernah terjadi di Riau pada tahun 2015 pasca terjadi kebakaran. Pasca kebakaran hutan, beberapa hari kemudian “terbitlah sawit”. Seharusnya, pemerintah lebih gerak cepat dalam mengawasi areal hutan pasca terbakar untuk ditanam kembali dengan pohon-pohon yang seharusnya ditanam, bukan justru sawit yang lebih berorientasi pada keuntungan personal bukan kemanfaatan negara. Dari kasus tersebut juga timbul pertanyaan apakah pembakaran hutan ini disengaja untuk tujuan pembukaan lahan bagi oknum-oknum yang profit oriented. Pemerintah harus lebih jeli dalam meruntut kasus pembakaran hutan, jangan hanya menangkap tersangka yang melakukan pembakarannya, namun juga menangkap oknum yang menjadi otak pembakaran hutan. Sedangkan untuk usaha preventif, penulis beropini alangkah baiknya jika pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang lebih mengikat dan dapat benar-benar diterapkan. Sehingga, membuat rasa takut pada oknum-oknum untuk melakukan pembakaran hutan.  

Ulasan-ulasan di atas hanyalah opini dari penulis yang mengharapkan problematika yang ada di negara kita dapat terselesaikan, khususnya pada sektor kehutanan dan lingkungan. Semoga kedepannya bangsa Indonesia menjadi negara yang semakin maju dan disegani di luar. Akhir kata, merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

M. Haidar
#rimbawanberkata
#bebasberopini
Departemen Keilmuan
Keluarga Mahasiswa Manejemen Hutan 
Kabinet Akar Jangkar

Salam Lestari, Refleksi 71 Tahun Indonesia Merdeka


Salam Lestari, Refleksi 71 Tahun Indonesia Merdeka

Pada hari ini, 17 Agustus 2016 kita bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan NKRI yang ke-71. Tentunya, selama 71 tahun Indonesia merdeka telah banyak kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa kita. Kemajuan ini bisa dilihat dari berbagai sektor, baik sektor ESDM, pembangunan infrastruktur,   pendidikan, maupun sektor kehutanan dan linkungan. Namun, tentunya dalam setiap pembangunan dan program yang telah dilakukan pemerintah tidak serta merta berhasil seluruhnya. Pasti terdapat beberapa hambatan yang menimbulkan problematika di beberapa proses pembangunan. Dalam tulisan ini, penulis ingin mengemukakakan sedikit opini terkait hambatan dan problematika di sektor kehutanan dan lingkungan.

Keberadaan sektor kehutanan dan lingkungan tidak bisa dipungkiri akan berpengaruh pada sektor-sektor vital lainnya. Sektor kehutanan dan lingkungan ini akan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi negara. Contohnya stock  log kayu yang diperejualbelikan di pasar global akan berpengaruh terhadap devisa negara. Semakin banyak log kayu yang dihasilkan maka akan semakin besar pula devisa bagi suatu negara. Dari data yang diperoleh oleh penulis, devisa negara terbesar yang pernah dicapai dari stock log kayu adalah pada masa pemerintahan orde baru. Namun, dari grafik penjualan log kayu dari tahun ke tahun pasca pemerintahan orde baru relatif lebih menurun. Hal ini berkaitan dengan maraknya illegal logging yang disebabkan kurang jelinya pengawasan yang dilakukan. Bahkan, di suatu daerah juga pernah terjadi kongkalikong antar aparat negara yang seharusnya mencegah illegal logging dengan pelaku illegal logging. Selain sebagai sumber devisa negara, kehutanan dan lingkungan juga tentunya berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan. Kenyataannya dalam pengelolaan hutan yang dilakukan, kesejahteraan masyarakat sekitar hutan masih belum diperhatikan. Peran sosial sektor kehutanan atas upaya pengentasan kemiskinan dan daya serap tenaga kerja masih kurang. Hal ini secara langsung pernah dilihat penulis di suatu kawasan hutan dimana masyarakat di sekitar hutan “belum” sejahtera. Hal ini dapat dilihat dari indikator penghasilan rerata perbulan dari warga sekitar hutan masih belum dapat mencukupi kebutuhan mereka. Fasilitas-fasilitas penting yang dibuthkan oleh masyarakat sekitar hutan seperti sekolah juga belum terdapat di kawasan hutan tersebut. Dampaknya, anak-anak yang ingin bersekolah harus menempuh jarak puluhan kilometer untuk dapat bersekolah.  Padahal dalam setting  kebijakan sektor kehutanan dan lingkungan salah satu  tujuannya adalah  manfaat optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara adil dan merata (dalam UU No. 41 Tahun 1999) . Problematika selanjutnya yang sering kita dengar adalah terkait masalah kebakaran hutan. Tentunya luas hutan di Indonesia ini sudah mengalami banyak penurunan. Dalam penangan yang dilakukan, yang  dilihat dari penulis, pemerintah terfokus pada usaha akuratif yaitu penaganan saat terjadi kebakaran. Namun, usaha pasca penaganan dan usaha preventif untuk mencegah terjadinya kabakaran kurang diperhatikan. Seperti yang pernah terjadi di Riau pada tahun 2015 pasca terjadi kebakaran. Pasca kebakaran hutan, beberapa hari kemudian “terbitlah sawit”. Seharusnya, pemerintah lebih gerak cepat dalam mengawasi areal hutan pasca terbakar untuk ditanam kembali dengan pohon-pohon yang seharusnya ditanam, bukan justru sawit yang lebih berorientasi pada keuntungan personal bukan kemanfaatan negara. Dari kasus tersebut juga timbul pertanyaan apakah pembakaran hutan ini disengaja untuk tujuan pembukaan lahan bagi oknum-oknum yang profit oriented. Pemerintah harus lebih jeli dalam meruntut kasus pembakaran hutan, jangan hanya menangkap tersangka yang melakukan pembakarannya, namun juga menangkap oknum yang menjadi otak pembakaran hutan. Sedangkan untuk usaha preventif, penulis beropini alangkah baiknya jika pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang lebih mengikat dan dapat benar-benar diterapkan. Sehingga, membuat rasa takut pada oknum-oknum untuk melakukan pembakaran hutan.  

Ulasan-ulasan di atas hanyalah opini dari penulis yang mengharapkan problematika yang ada di negara kita dapat terselesaikan, khususnya pada sektor kehutanan dan lingkungan. Semoga kedepannya bangsa Indonesia menjadi negara yang semakin maju dan disegani di luar. Akhir kata, merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

M. Haidar
#rimbawanberkata
#bebasberopini
Departemen Keilmuan
Keluarga Mahasiswa Manejemen Hutan 
Kabinet Akar Jangkar

Terpopuler