Pusat Informasi Keluarga Mahasiswa Manajemen Hutan UGM

Terbaru dari KMMH

Jumat, 25 Mei 2018

HUT KMMH

Suasana HUT KMMH dan MH Award
Pada 27 April 2018 yang lalu Keluarga Mahasiswa Manajemen Hutan (KMMH) mengadakan sebuah acara untuk merayakan hari jadi dari HMM mahasiswa manajemen hutan ini. Acara yang berkonsep glamorous ini memiliki rangkaian acara  HUT KMMH dan MH Award dimana selama acara berlangsung akan dibacakan pemenang dari para nominator MH Award. Para dosen dan mahasiswa MH dari berbagai angkatan tidak ketinggalan untuk meramaikan acara yang bertempat di Auditorium Fakultas Kehutanan ini.

Busana dengan konsep glamorous
Acara diawali dengan sambutan oleh ketua panitia kemudian dilanjutkan oleh ketua KMMH dan sambutan dari pihak dosen. Lomba band akustik antar angkatan turut meramaikan gelaran HUT KMMH kali ini, dimana MH 2017 menjadi pemenangnya. Games menarik juga disuguhkan untuk mencairkan suasana, hingga akhirnya acara ditutup dengan pemutaran video kilas balik KMMH Kabinet Hutan Tropis dan berfoto bersama.

MH 2018 berfoto bersama
HUT KMMH menjadi acara rutin setiap tahunnya dan menjadi wadah dimana mahasiswa manajemen hutan dari berbagai angkatan bertemu dan bersilaturahmi. Tidak hanya mempererat persaudaraan acara ini juga diharapkan dapat menjadi hiburan dari rutinitas berkuliah. Konsep yang berbeda setiap tahunnya diharapkan dapat menarik antusiasme mahasiswa untuk menghadiri HUT KMMH selanjutnya.

Sabtu, 19 Mei 2018

Berita Manajemen Hutan: Bagus dan Ekonomis, Sari Buah Mengkudu dijadikan Penggumpal Getah Karet di Areal HTR

Berita Manajemen Hutan: Bagus dan Ekonomis, Sari Buah Mengkudu dijadikan Penggumpal Getah Karet di Areal HTR


Berita Manajemen Hutan: Bagus dan Ekonomis, Sari Buah Mengkudu dijadikan Penggumpal Getah Karet di Areal HTR

P3SEKPI (Bogor, 14/5/2018)_Dalam rangka studi analisis dimensi sosial di areal hutan tanaman rakyat (HTR), tim peneliti Community Based Commercial Forestry (CBCF) berkunjung ke Desa Budi Lestari, yang seluruh pemukiman dan lahannya merupakan wilayah HTR yang diusahakan oleh penduduknya. Hasil studi mengungkapkan, sari buah mengkudu merupakan penggumpal getah karet yang bagus dan ekonomis.

Dari wawancara terhadap responden diketahui bahwa setiap penduduk memiliki kebun karet yang dikelola dengan teknik agroforestri. Setiap jam lima pagi penduduk berangkat ke kebun karet untuk menyadap getah. Setelah selesai melukai seluruh pohon karet, mereka kembali ke pohon-pohon tersebut untuk mencampurkan cairan penggumpal ke dalam getah karet yang sudah menggenang di mangkok penampungnya.

Ada tiga macam cairan yang biasa digunakan oleh penduduk yaitu asam semut yang dilarutkan dalam air, pupuk TSP hitam yang dilarutkan dalam air, dan sari buah mengkudu. Di antara tiga jenis cairan penggumpal getah karet, sebagian besar responden lebih senang menggunakan sari buah mengkudu karena tidak perlu dibeli seperti asam semut dan pupuk TSP. Kalau menggunakan asam semut bahkan lebih parah karena saat dicampur dengan air akan mengeluarkan gas yang panas dan gatal di tangan.

Selain karena buah mengkudu dapat dipetik dari pohon milik sendiri, cara membuat dan menggunakannya juga lebih mudah. Buah mengkudu yang sudah masak dihancurkan kemudian cairannya disaring sehingga siap digunakan untuk menggumpalkan getah karet. Tuangkan cairan buah mengkudu ke dalam mangkok penampung getah sambil diaduk-aduk hingga getah menggumpal. Buah mengkudu yang semula dikenal berkhasiat sebagai obat herbal, ternyata oleh penduduk desa Budi Lestari telah lama digunakan sebagai cairan penggumpal getah karet.

Menurut pendapat responden, mutu getah karet yang digumpalkan menggunakan tiga jenis cairan tersebut sama saja karena harga jualnya juga sama, yaitu sekitar Rp 6.000/kg. Harga jual getah karet akan lebih rendah, yaitu sekitar Rp 5.300/kg apabila kadar airnya lebih tinggi. Hal ini bisa terjadi apabila petani sengaja mencebor getah dengan air lebih banyak agar timbangannya lebih berat. Petani yang cermat mengatakan bahwa nilai jual yang diterima juga akan sama saja sehingga percuma mencebor getah.

Budi Lestari adalah nama salah satu desa di antara 16 desa di wilayah Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan. Desa ini berada dalam kawasan hutan produksi di areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Gedong Wani dan telah mendapatkan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR).

Pada saat memasuki wilayah desa, pemandangan yang terlihat di kiri-kanan jalan adalah kebun karet rakyat yang tercampur dengan pohon-pohon kehutanan, kelapa, rumpun pisang, kopi bariah, hamparan tanaman jagung, petak sawah, dan tanaman kalanjana di sisi jalan. Di sana-sini terlihat ternak sapi yang sedang dilepas di lahan. Setelah memasuki kawasan pemukiman, di halaman rumah penduduk selalu ditemukan berbagai jenis tanaman hias warna-warni, tanaman kopi bariah serta pohon mengkudu yang berbuah lebat. Sekarang kita tahu mengapa setiap penduduk menanam mengkudu di halaman rumahnya.***Setiasih Irawanti

#KMMH2017 #KabinetHutanTropis #BeritaManajemenHutan

Sumber: Litbang KLHK

Senin, 14 Mei 2018

Aksi Nyata Bhakti Rimbawan di Panggang, Gunung Kidul

Aksi Nyata Bhakti Rimbawan di Panggang, Gunung Kidul

Aksi Nyata Bhakti Rimbawan di Panggang, Gunung Kidul

Keluarga Mahasiswa Manajemen Hutan (KMMH) melakukan penelitian bersama di Dusun Prahu, Desa Girimulyo, Panggang, Gunung Kidul. Lokasi ini dipilih berdasarkan kondisi hutan dan sosial masyarakat di daerah tersebut. Tema yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Optimalisasi Produktivitas Hutan Rakyat di Dukuh Prahu, Gunung Kidul, DIY”.

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dimulai dari Oktober 2017 hingga Februari 2018. Hasil dalam penelitian ini disajikan melalui seminar yang dilakukan pada Kamis (15/3) di Ruang Multimedia Fakultas Kehutanan UGM. Seminar hasil penelitian ini dihadiri oleh mahasiswa fakultas Kehutanan, dosen pembimbing, dan perwakilan warga Dukuh Prahu.

Penelitian ini diikuti oleh 30 mahasiswa dari KMMH angkatan 2017. Aprilia Iqbal Pasha, Ketua KMMH 2017, mengatakan tema penelitian ini diambil dari lima laboratorium yang ada di peminatan Manajemen Hutan. “Kelima laboratorium itu adalah Laboratorium Perencanaan Pembangunan Hutan, Laboratorium Ekonomi Sosial Kehutanan, Laboratorium Komputer dan Biometrika, Laboratorium Pemanenan Hasil Hutan, dan Laboratorium Sistem Informasi Spasial dan Pemetaan Hutan. Dalam pelaksanaannya, dosen dari masing-masing laboratorium juga mendampingi,” katanya.

Bagas Andiyanto selaku Ketua Penelitian Bersama memaparkan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan KMMH. Bagas mengatakan bahwa untuk mengetahui bentuk pengelolaan secara umum diperlukan metode inventarisasi tegakan dan pengumpulan informasi kegiatan perencanaan yang telah dilakukan. “Setelah melalui tahap analisis deskriptif, kami tahu bahwa masyarakat Dusun Prahu ini berorientasi menebang kayu pada kelas diameter 25 – 30 cm up, dengan kegiatan perencanaan yang belum intensif dalam bentuk Agroforestry,” katanya.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa warga mengganti  jenis tanaman dengan jenis baru yang lebih menguntungkan dan menjual kayu pada tengkulak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Tidak hanya itu, melalui penelitian ini diketahui bahwa Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam bentuk penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh pedagang atau pembeli kayu di Desa Girimulyo masih rendah.

Melalui hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diketahui gambaran pengelolaan hutan rakyat di Dusun Prahu mulai dari penanaman sampai penebangan dan aspek pemasaran. Hal ini menunjukkan adanya kondisi yang bisa diintensifkan melalui pemantapan internal unit manajemen hingga penjalinan kerja sama kemitraan antara masyarakat dan instansi terkait.

#KMMH2017 #KabinetHutanTropis #BeritaManajemenHutan

Sumber:
ditmawa.ugm.ac.id/2018/03/aksi-nyata-bhakti-rimbawan-di-panggang-gunung-kidul/

Jumat, 11 Mei 2018

Berita Manajemen Hutan : Untuk Pembayaran REDD+, Pemerintah Perlu Kerangka Kerja, dan Investasi

Berita Manajemen Hutan : Untuk Pembayaran REDD+, Pemerintah Perlu Kerangka Kerja, dan Investasi

Berita Manajemen Hutan : Untuk Pembayaran REDD+, Pemerintah Perlu Kerangka Kerja, dan Investasi

“Saat kita bicara perlindungan hutan, kita harus ingat bahwa hutan tidak hanya menguntungkan bagi negara itu sendiri, tetapi juga bagi semua orang di dunia. Ini penting diingat saat membahas pembayaran berbasis hasil.

Mekanisme pembayaran – diutarakan oleh Martijn Wilder AM, kepala Global Environmental Market and Climate Change McKenzie – merupakan sebuah komponen penting REDD+, ganjaran bagi negara yang berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca.

Namun, komponen ini dan berbagai komponen lain program PBB yang bertujuan melakukan reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (disingkat REDD) menghadirkan kesulitan bagi negara implementasi.

Berbagai tantangan tersebut didiskusikan dalam “Forests in NDCs: Operationalizing REDD+ in the region”, sebuah panel tingkat tinggi Asia-Pacific Rainforest Summit 2018 di Yogyakarta, Indonesia.

Satu dekade sejak kelahirannya di Bali, REDD memperluas misinya mencakup upaya konservasi, keberlanjutan dan stok karbon (dirangkum dalam tambahan ‘+’), dan kemudian dipandang sebagai cara bagi negara berkembang dalam mewujudkan NDC – komitmen kontribusi nasional berdasar pada Perjanjian Paris 2015.

Para panelis menyatakan, pembayaran berbasis hasil merupakan salah satu tantangan terbesarnya.

“Hanya segelintir negara REDD+ yang berhasil mengakses pembayaran berbasis hasil,” kata moderator diskusi, Dr. Nur Masripatin, Penasihat Senior Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia.

“Saat ini, kami dalam proses membangun lembaga keuangan untuk mengelola pembiayaan REDD+,” kata Emma Rachmawaty, Direktur Mitigasi kementerian lingkungan hidup dan kehutanan.

“Mengingat pembentukan lembaga ini belum selesai, kami belum bisa mengimplementasikan pembayaran berbasis hasil.”

Gwen Sissiou, Manajer Umum REDD+ dan Mitigasi pada Badan Perubahan Iklim dan Pembangunan Papua Nugini mengangkat tantangan berat dalam sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV), sebagai dokumen kemajuan sebagai acuan pembayaran.

“Tantangannya banyak dan kompleks,” katanya. “Dalam REDD+, kita perlu meningkatkan kapasitas dalam MRV.”

#KMMH2017 #KabinetHutanTropis #BeritaManajemenHutan

Sumber: https://forestsnews.cifor.org/56059/untuk-pembayaran-redd-pemerintah-perlu-kerangka-kerja-dan-investasi?fnl=id

Sumber foto : https://i2.wp.com/forestsnews.cifor.org/wp-content/uploads/2018/05/35930327070_78ba5ecceb_k.jpg?zoom=3&resize=566%2C400&ssl=1

Kamis, 15 Februari 2018

Kunjungan KPH Yogyakarta

Kunjungan KPH Yogyakarta


[[MUDA AKTIF PARTISIPATIF]]

Hallo Hi Hallo 😀 ,,,,,,,,,
Masih pada gabut? Dan pengen refreshing? Kita punya solusinya 😎,,,,,,,,,

Segera hadir Kunjungan Ke KPH Yogyakarta, Masih bingung kapan waktunya??? Tempat nya??? Sooo, tunggu kabar terbaru dari kita gaes 😳😎,,,,,,,



#KMMH2017
#KabinetHutanTropis
#KunjunganInstansi
#KPHYogyakarta

Rabu, 14 Februari 2018

Berita Manajemen Hutan : Bagaimanakah Perhutsos dari Perspektif Presiden Sekaligus Rimbawan Bulaksumur?

Berita Manajemen Hutan : Bagaimanakah Perhutsos  dari Perspektif Presiden Sekaligus Rimbawan Bulaksumur?



SLEMAN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak para rimbawan untuk mengoptimalkan pengelolaan hutan di Indonesia. Baik hutan sebagai konservasi maupun menjadi sumber pemasukan. Faktanya, meski anggaran yang dikeluarkan mencapai triliun setiap tahun, tetapi belum ada hasilnya. “Wanagama dulunya merupakan lahan tandus yang kemudian diubah menjadi hutan konservasi dan edukasi di bawah pengelolaan UGM,” ujar Jokowi saat menghadiri acara Temu Kangen Rimbawan Bulaksumur, di Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta, Selasa (19/12/2017).

Karena itu, Jokowi mengajak masyarakat kehutanan untuk turut memikirkan solusi bagi persoalan ini dan memberikan kontribusi bagi pengelolaan sumber daya hutan Indonesia. “Saya mengusulkan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat, yaitu dengan memberikan lahan bagi warga sekitar hutan untuk dikelola,” terang Jokowi di hadapan para dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa serta alumni Fakultas Kehutanan UGM.
Kalimat tersebut tentunya mengandung salah satu alasan kuat mengapa dikeluarkannya Surat Keputusan pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Getas-Ngandong seluas sekitar 10.901 hektar yang diberikan pemerintah untuk dikelola Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2016 silam.

Akan tetapi, dengan kewenangan tersebut tidak serta merta kunci keberhasilan pembangunan hutan wanagama dapat diterapkan pada kompleksnya permasalahan pengelolaan hutan yang dikelola oleh Perhutani, hal inilah yang menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para rimbawan dan masyarakat desa hutan untuk bersinergi dalam menuntaskan masalah pembangunan hutan. Siapkah kalian rimbawan bulaksumur menjawab?



#KMMH2017 #KabinetHutanTropis #BeritaManajemenHutan


Sumber:
Foto/SINDOnews/Priyo Setyawan

Setyawan, P. 2017. Jokowi Ajak Rimbawan UGM Atasi Belum Optimalnya Pengelolaan Hutan. nasional.sindonews.com. Diakses tanggal 08 Februari 2018

Terpopuler